04 May 2008

Beras Naik, Sedih atau Bahagia ?

Harga beras dunia terus melonjak. Hal ini membuat pemerintah negara-negara pengimpor beras melakukan berbagai tindakan antisipasi. Sebagai salah satu negara pengimpor, Indonesia pun mulai tertekan karena mau tak mau tetap harus menyediakan makanan pokok tersebut di tengah maraknya kelaparan dan gizi buruk yang melanda.

Lain halnya dengan Thailand dan Vietnam yang merupakan negara pengekspor beras terbesar, lonjakan harga beras tentu sangat diuntungkan. Selain Beras, Semua harga biji-bijian juga melonjak, dan ini sangat membebani banyak pihak, terutama kaum miskin.

Penyebab kenaikan harga pangan (terutama Beras)

Harga beras saat ini memang mengalami rekor di pasar dunia. Harga beras mencapai US$ 1000 per metrik ton. Penyebab kenaikan harga pangan belakangan ini antara lain.
  1. Pertambahan penduduk yang berarti meningkatnya kebutuhan pangan.
  2. Peralihan penggunaan bahan pangan untuk bahan bakar nabati (biofuel) yang dimotori oleh AS dan Eropa. Produksi biodiesel dunia pada 2007 mencapai 11,75 miliar liter. Dimana 43% diantaranya menggunakan kedelai sebagai bahan baku dan 34% lainnya pakai kanola yang biasanya digunakan untuk minyak goreng. Sementara untuk produksi bioethanol mencapai 45 miliar liter dimana 50% diantaranya dari tebu dan 36% lainnya dari jagung.
  3. Perubahan iklim yang membuat prediksi pertanian menjadi kacau. Masa panen beberapa komoditi meleset dari jadwal biasanya.
  4. Investasi pertanian dipandang sebelah mata terutama oleh IMF dan Bank Dunia dengan memaksa negara-negara miskin berinvestasi untuk mengekspor hasil pertanian ditengah kekurangan pangan di dalam negeri.
  5. Reaksi atas Dogma dari lembaga Keuangan Internasional seperti Bank Dunia yang berupaya meurunkan harga beras dengan alasan lemahnya daya beli. Mereka memberikan asumsi berlebihan jika harga beras tinggi, sehingga harga beras dipicu untuk semurah-murahnya. Hal ini justru mengorbankan nasib para petani.
  6. Spekulan. Minat para spekulan ini kini beralih dari yang biasanya bermain di perdagangan minyak ke perdagangan komoditi.
Reaksi PBB dan FAO

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membentuk sebuah Gugus Tugas untuk mengatasi masalah krisis pangan. Gugus Tugas krisis pangan ini akan mendesak negara-negara donor memberikan bantuan dengan cepat dan sepenuhnya melalui World Food Programme (WFP). Dengan adanya lonjakan harga pangan, maka harus ada tambahan dana US$ 755 juta untuk program WFP. Namun, PBB juga menyebutkan bahwa kenaikan harga pangan dunia juga menjadi harapan bagi petani dan keluarganya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Jacques Diouf, Dirjen FAO mengatakan bahwa persoalan pangan dunia saat ini memerlukan dua pendekatan yang disebut dengan a twin-track approach. Pertama, membuat kebijakan dan program bagi jutaan masyarakat yang mempunyai risiko atau rentan kelaparan dan kedua, melakukan langkah-langkah membantu petani khususnya di negara berkembang agar mampu mengambil keuntungan dengan tingginya produk pangan dan produk pertanian lainnya. Untuk itu diperlukan kreasi untuk menghasilkan suatu kebijakan yang memungkinkan petani mendapatkan akses saprodinya seperti benih, bibit dan pupuk. Selain itu peningkatan investasi di sektor pertanian juga perlu dilakukan seperti pembangunan sarana irigasi, pembuatan infrastruktur di pedesaan misalnya jalan, sarana komunikasi, pasar, serta sarana penyuluhan terkait penyebaran ilmu dan teknologi pertanian. Tindakan tersebut memerlukan sekitar 1,7 miliar dolar AS dari sumber keuangan internasional untuk keperluan ini.

Keadaan Indonesia

Perubahan politik Indonesia ternyata ada pengaruhnya pada ketahanan pangan dan pembangunan bidang pertanian. Dibanding era orde lama dan orde baru, pembangunan bidang pertanian di era reformasi mengalami kemunduran. Namun, Indonesia masih sangat beruntung dibandingkan dengan negara-negara lainnya dalam hal komoditi beras karena Indonesia adalah satu-satunya negara yang harga berasnya stabil. Bahkan beras sering menjadi penyumbang deflasi pada saat melambungnya angka inflasi di dalam negeri. Selain itu, ada fenomena yang menarik pada bulan Februari 2008 yaitu harga beras pada bulan Februari justru lebih rendah dari bulan Januari padahal biasanya sebailknya.

Bulog tahun ini menargetkan penyerapan beras dalam negeri sebesar 2,3 hingga 3 juta ton, atau naik dari penyerapan di 2007 yang hanya sebesar 1,7 juta ton. Disamping itu, untuk mencegah terjadinya ekspor beras yang terlalu besar di tengah kenaikan harga yang tajam dan juga panen yang terjadi, pemerintah perlu menciptakan suatu mekanisme pengelolaan ekspor yang matang.

Pernyataan SBY, Presiden Republik Indonesia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak para petani untuk meningkatkan produksi pertanian. Kenaikan harga pangan di pasar internasional jangan dipandang sebagai suatu musibah tapi sebagai suatu berkah. Presiden mengharapkan tahun 2008 ini produksi pangan di Indonesia mengalami surplus. Dengan posisi Indonesia sebagai negara agraris, sangat diuntungkan dengan kenaikan harga pangan dunia itu. Namun, rakyat Indonesia harus sadar mengelola lahan pertanian secara optimal. SBY menambahkan, bagi negara miskin, lahan pertanian kenaikan harga bahan pangan ini akan menjadi masalah. Tapi, di Indonesia lahan pertaniannya sangat subur dan bisa memproduksi bahan pangan secara maksimal.

Presiden berharap tahun ini produksi beras mengalami surplus seperti dua tahun sebelumnya. Di Jawa Timur saja, produksi beras telah mengalami surplus 3 juta ton.

Resiko Penyelundupan Beras

Harga beras di luar negeri yang masih tinggi menimbulkan risiko penyelundupan. Departemen Perdagangan minta bantuan aparat berwenang untuk mengetatkan penjagaan di wilayah perbatasan seperti Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia dan Kalimantan Timur dan Sulawesi yang berbatasan dengan Filipina. Pemerintah pun perlu mewaspadai penyelundupan beras ini karena adanya indikasi perdagangan antara pulau yang meningkat 3 kali lipat. Upaya ini memang sangat sulit karena negara kita sangat luas dan untuk menjaganya tidak mudah. Namun hal tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan pangan.

Guna menghindari adanya penyelundupan beras ke luar negeri melalui jalur perdagangan antar pulau, Departemen Perdagangan akan mengeluarkan regulasi yang menyangkut perdagangan beras dalam negeri. Namun hingga kini hal itu belum bisa dilakukan supaya tidak mengganggu distribusi beras di dalam negeri. Sementara untuk perdagangan antar pulau, pemerintah tidak bisa membatasi dikarenakan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya 11 provinsi yang bisa surplus beras. Sisa 22 provinsi lainnya masih belum bisa swadaya. Ketergantungan antar provinsi ini membuat perdagangan antar pulau menjadi sangat tinggi sehingga Kalau diatur malah bisa jadi hambatan.

0 comments: