07 June 2010

Peranan Progam konservasi dan Audit Energi dalam mengantisipasi perubahan iklim global

Sejak tahun 2008, JICA telah memberikan komitmen bantuan kepada Indonesia untuk program Climate Change. Demikian juga tahun ini JICA, ADB dan Bank dunia sedang membahas rencana kerja sama dalam memberikan bantuan program pinjaman untuk program climate change berikutnya. Kebijakan mitigasi didalam program bantuan ini diutamakan pada sektor kehutanan dan efisiensi energi yang meliputi kegiatan pembuatan regulasi untuk efisiensi energi, public efisiensi energi, energy audit, serta reduksi emisi CO2. Studi lebih lanjut dilakukan oleh Kementerian ESDM dan Kem-Industri bekerja sama dengan JICA dilaksanakan untuk memaksimalkan berbagai kegiatan dimaksud serta mengembangkan inisiatif dari kedua kementerian tersebut.

Selama ini, JICA sudah melakukan studi tentang peningkatan efisiensi dan konservesi energi di indonesia serta memberikan berbagai rekomendasi baik roadmap maupun action plan, seperti program manager energy, labeling program, demand side management program, dan program lainnya. Rekomendasi JICA tersebut didasari atas keberhasilan jepang dalam merumuskan efisiensi energi yang salah satunya dalam sektor industri dimana konsumen padat energi harus memiliki manager energi bersertifikat didalam organisasinya serta harus melaporkan jumlah dan rencana penggunaan energinya. Selain itu, di sektor konsumen sistem labeling efisiensi energi sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penghematan energi.

Konservasi Energi

Pada hakekatnya kita mengetahui bahwa efisiensi energi merupakan bagian dari konservasi energi. Dalam kebijakan energi nasional disebutkan bahwa konservasi energi merupakan upaya yang sistematis terencana dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Bagi Indonesia, upaya konservasi energi ini sangat penting mengingat besarnya kesenjangan antara sisi permintaan dan sisi penyediaan dan kesenjangan ini terus melebar.

Latar belakang pelaksanaan konservasi energi adalah adanya global warming yang disebabkan adanya climate change, krisis energi yang semakin terbatas yang menganggu aktifitas konsumen, dan kebutuhan atau keinginan dunia untuk keberlangsungan generasi mendatang yang lebih baik. Selain itu apabila indonesia tidak melakukan program efisiensi energi maka diperkirakan pada tahun 2020 emisi CO2 diprediksi mencapai 3,3 Giga Ton. Hal ini disebabkan pada umumnya teknologi Indonesia menggunakan teknologi yang tergolong tua sehingga mengakibatkan penggunaan energi tidak efisien terutama pada industri baja. Selain itu banyak industri yang belum tahu betul jika mereka melakukan konservasi energi ini, sejauh mana hal ini akan memberikan keuntungan dan daya saing bagi perusahaan.

Untuk itu pemerintah telah melakukan tindakan antara lain memberikan komitmen menurunkan emisi CO2 sebelum tahun 2020 sebesar 41% (jika mendapatkan bantuan dana dari luar) atau 26% (jika menggunakan dana sendiri), menerbitkan energy act no. 30/1997 dan no. 30/2007, peraturan presiden no 5/2006, perpu no 70/2009, dan national action plan on GHG tahun 2006.

Saat ini konsumsi energi kita lebih banyak dipenuhi oleh energi fosil sementara cadangan energi fosil nasional semakin terbatas sedangkan laju pertumbuhan cadangan baru jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan konsumsi energi nasional. Untuk mengatasi kondisi tersebut pemerintah telah mengeluarkan kebijakan energi nasional melalui peraturan presiden no. 5 tahun 2006 dengan sasaran menurunkan elastisitas energi dibawah 1 pada tahun 2025 dan menetapkan target untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi minyak bumi. Dalam perpres tersebut juga disebutkan bahwa sasaran kebijakan energi nasional adalah terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional sebagai berikut:

  • minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen).
  • gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
  • batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
  • biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen).
  • panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
  • energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen).
  • Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen).
Patut disukuri bahwa akhir tahun lalu Indonesia telah menerbitkan peraturan pemerintah no. 70 tahun 2009 tentang konservasi energi dan ini merupakan turunan dari UU energi no 30 /2007. secara umum peraturan pemerintah itu mengatur hal pokok seperti tanggungjawab para pemangku kepentingan, pelaksanaan konservasi energi, standard dan type untk peralatan hemat energi, pemberian kemudahan, disentif dan insentif di bidang konservasi energi serta pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi. Dalam hal pelaksanaannya, konservasi energi dilaksanakan mencakup seluruh tahap pengelolaan energi mulai dari penyedian, pengusahaan, pemanfaatan, dan juga mengenai konservasi sumber daya energi. Disisi pemanfaatan energi pelaksanaan konservasi energi oleh pengguna energi dilakukan melalui penerapan managemen energi dan penggunaan ekologi yang hemat energi. Dalam penerapan managemen energi, khusus bagi pegguna energi dalam jumlah besar atau miniml 6000 toe/tahun ini dilaksanakan dengan menunjuk manager energi menyusun program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaksanakan konservasi energi setiap tahun. Sebagai tindaklanjut dari peraturan pemerintah tersebut, saat ini sedang disusun petunjuk pelaksanaan yang akan dituangkan ke dalam peraturan menteri ESDM. Diharapkan dengan adanya peraturan pemerintah no 70/2009 tersebut beserta peraturan operasional dibawahnya depermentasi efisiensi dan konservasi energi di indonesia ini bisa lebih diperketat.

Progam Kemitraan Konservasi dan Audit Energi

Sektor industri dan bangunan gedung sebagai penguna energi besar tergolong masih boros menggunakan energi, ini ditunjukan oleh intensitas energinya yang masih cukup tinggi. Hal ini selain disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran akan penggunaan energi yang efisien juga karena harga energi di idonesia masih sangat murah dibandingkan dengan negara lain. Berkaitan dengan hal tersebut pemerinah terus berusaha meningkatkan kesadaran pengguna energi untuk menerapkan konservasi energi. Khusus unutuk pegelola industri dan bangunan itu, pemerintah antara lain memberikan pelayanan audit energi melalui progam kemitraan konservasi energi. Program ini juga merupakan salah satu bentuk insentif pemerintah di bidang konservasi energi sebagaimana diamanatkan dalam peraturan pemerintah. Program kemitraan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan selama ini memang dilakukan secara sukarela jadi belum merupakan suatu mandatory.

Hingga tahun 2009 energy audit telah dilaksanakan pada sekitar 290 industri dan bangunan sedangkan pada tahun 2010 sendiri energy audit direncanakan akan dilaksanakan pada 105 industri dan 55 bngunan. Dari seluruh peserta program kemitraan yang telah diaudit umumnya industri dan bangunan telah mengimplementasikan rekomendasi hasil audit khususnya yang bersifat tanpa biaya atau berbiaya rendah. Sedangkan yang berbiaya sedang atau tinggi pada umumnya belum diterapkan dengan alasan minimnya pendanaan.

Program Kemitraan Konservasi energi merupakan persetujuan sukarela pihak-pihak yang berminat dalam implementasi konservasi energi baik pemerintah maupun pengguna energi (bangunan dan industri). Adapun tujuan dari program kemitraan tersebut adalah selain untuk Mendorong pengguna energi (industri dan bangunan) untuk melakukan upaya penghematan energi melalui pelayanan audit energi dengan pendanaan dari APBN, Audit energi juga merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi titik-titik pemborosan energi yang terjadi pada suatu sistem pemanfaatan energi, merencanakan, menganalisis dan merekomendasikan langkah-langkah dalam meningkatkan efisiensi energi.

Manfaat Program Kemitraan adalah sebagai berikut:

  • Bagi pemerintah, dapat mengurangi beban subsidi untuk listrik (jangka pendek) serta dapat menghemat cadangan energi nasional, terutama energi fossil (jangka panjang).
  • Bagi industri dan bangunan, dapat menekan biaya energi sekaligus dapat meningkatkan daya saing.
  • Bagi penyedia energi, dapat memberikan pelayaanan kepada masyarakat dengan lebih baik (antara lain tidak perlu lagi melakukan pemadaman) serta dapat menunda pembangunan pembangkit baru yang memerlukan investasi cukup besar
  • Bagi pelaksana audit energi, membuka lapangan pekerjaan
  • Bagi lembaga finansial, memperoleh keuntungan dari dana yang dipinjamkan untuk investasi penghematan energi (sesuai schema penjaminan).
Walaupun disadari pada sektor industri dan bangunan tersebut mulai tumbuh kesadaran untuk penghematan energi, namun dalam pelaksanaannya masih sangat terbatas dan fluktuasi harga minyak yang tidak menentu juga belum memberikan dorongan untuk melaksanakan konservasi energi lebih baik lagi. Padahal, berdasarkan pareto analysis chart, dari penggunaan listrik oleh seluruh industri yang berjumlah sekitar 360 industri, 80% konsumsi ternyata dilakukan oleh 9 industri saja yakni industri semen, industri baja, industri tekstil, industri petrokimia, industri pulp dan kertas, industri keramik, industri fertilizer, industri makanan dan beverages, dan industri mainan. Ini berarti, apabila terjadi kenaikan biaya listrik maka indistri tersebut yang akan terkena dampak terbesar.

Pemerinah terus berusaha meningkatkan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya audit terhadap penggunaan energinya karena bermanfaat untuk
  • Meningkatkan pengetahuan tentang efisiensi energi Mengidentifikasi biaya energi yang digunakan
  • Mengidentifikasikan dan meminimumkan hal yang terbuang
  • Membuat perubahan prosedur, peralatan, dan sistem untuk menyimpan energi
  • Menghematkan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui
  • Menjaga lingkungan dengan mengurangi pembangkitan tenaga
  • Mengurangi running costs
Audit secara konvensional dapat dilakukan dengan kegiatan inventarisasi peralatan sarana dan prasarana, serta mencatat segala aktivitas komponen-komponen proses. Dengan demikian dokumentasi telah disiapkan yang secara otomatis dan sewaktu-waktu diperlukan dapat perbandingkan dnegan penggunaan mendatang secara kontinyu. Adapun pencatatan untuk audit energi harus mencakup semua peralatan-peralatn energi seperti proses yang digunakan, penerangan, HVAC (Heating, Ventilation, Air Conditioning), motor, dll

Demikian sekilas mengenai peranan konservasi energi dan program audit energi, semoga dapat bermanfaat buat kita semua. Akhir kata mohon maaf apabila terdapat beberapa kekeliruan akibat kurangnya informasi yang diperoleh penulis.

0 comments: