23 June 2010

Sebuah Upaya Perbaikan dan Inovasi dalam Meningkatkan Kepercayaan Publik

Reformasi birokrasi telah dikenal dan populer sejak tahun 1980-an. Inggris pada saat dipimpin oleh Perdana Menteri Margaret Thatcher dianggap pionir dan sukses dalam melaksanakan reformasi birokrasi. New Zealand dan Amerika Serikat adalah negara berikutnya yang telah berhasil mewujudkan reformasi birokrasi sebagai upaya pemerintah untuk merespon tuntutan dinamika masyarakat modern di era tahun 1990-an. Secara historis, Elaine C. Kamarck (2003) mengatakan bahwa gerakan reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah di negara-negara berkembang didorong oleh kondisi pascakrisis ekonomi atau oleh tuntutan organisasi kreditur internasional. Gerakan reformasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak pertengahan tahun 1980-an berupa deregulasi perpajakan, perbankan, dan sektor perdagangan, namun secara struktur dan sumber daya manusia belum dilakukan.

Reformasi birokrasi di Indonesia ditumbuhkan sebagai upaya untuk merespon terhadap tuntutan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha yang harus berubah menjadi lebih baik dan efisien baik tingkat nasional maupun internasional, dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Upaya reformasi birokrasi tersebut semakin menemukan momentumnya yang tepat dan mendapat dukungan penuh dari publik setelah pascakrisis ekonomi, keuangan, dan politik tahun 1998. Departemen Keuangan sebagai salah satu unsur pemerintahan telah memulai upaya reformasi birokrasi seiring dengan perkembangan reformasi di Indonesia.

Upaya mewujudkan reformasi dinilai bersifat masif dan sangat cepat dirasakan pasca berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan, yang merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Tujuan akhir yang ingin dicapai dari kebijakan tersebut adalah mewujudkan peningkatan kepercayaan publik terhadap kinerja pelayanan Departemen Keuangan. Upaya reformasi birokrasi di Indonesia, khususnya di Departemen Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang bersifat cukup radikal terjadi pada periode pascakrisis ekonomi dan politik, tepatnya setelah reformasi birokrasi menjadi salah satu programpenting pemerintah dalam RPJM 2004-2009.

Sasaran RPJM yang terkait langsung dengan reformasi birokrasi adalah penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau lebih populernya adalah good public governance. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, arah kebijakan yang ditetapkan dalam RPJM adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara, yang meliputi :
  1. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif dengan struktur lebih proporsional, ramping, luwes, dan responsif;
  2. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan;
  3. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;
  4. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan prestasi;
  5. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan egovernment dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintah.
Dengan telah dilakukannya reformasi kebijakan Keuangan Negara melalui tiga paket Undang-undang, yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maka sebagai konsekuensi logisnya Departemen Keuangan harus mengambil langkah strategis berupa reformasi birokrasi Departemen Keuangan. Untuk itu, Menteri Keuangan melalui keputusan Nomor 30/KMK.01/2007 telah mencanangkan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan dengan program prioritas penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Dalam upaya menggerakkan dan melaksanakan program reformasi tersebut, Departemen Keuangan telah membentuk Tim Reformasi Birokrasi Pusat (TRBP), yang langsung di bawah pengarahan Menteri Keuangan dengan Ketua Tim dijabat oleh Sektretaris Jenderal Departemen Keuangan dan anggota tim berasal dari para Pejabat unit-unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Pembentukan TRBP merupakan wujud komitmen dan dukungan yang tinggi dari Departemen Keuangan untuk melaksanakan reformasi secara konsisten dan berkesinambungan.

Berdasarkan penetapan program prioritas tersebut yang dianggap sebagai lokomotif reformasi, maka DJKN sebagai salah satu unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan telah mengambil bagian yang penting dan berperan aktif dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi tersebut dengan membentuk Tim Reformasi Birokrasi melalui Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor KEP-05/KN/2007 tanggal 2 Februari 2007 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 74/KN/2007 tanggal 31 Oktober 2007. Dengan adanya kebijakan tersebut, DJKN di bawah arahan dan bimbingan TRBP serta dukungan pimpinan dan staf melaksanakan program reformasi birokrasi yang sampai saat ini masih terus berlanjut.

Tujuan dan cakupan Reformasi Birokrasi

Pada dasarnya setiap pemerintahan yang melaksanakan reformasi birokrasi menginginkan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan mengatakan bahwa tujuan akhir reformasi birokrasi Departemen Keuangan adalah mewujudkan peningkatan kepercayaan publik terhadap kinerja dan layanan Departemen Keuangan (building public trust). Untuk memperoleh kepercayaan publik tersebut tentunya tidaklah mudah dicapai dalam dua atau tiga tahun, apalagi dalam kondisi masyarakat kita yang masih heterogen baik pendidikan, budaya, ekonomi, dan kondisi sosial lainnya di tengah arus keterbukaan dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat. Kita semua sangat memahami sifat masyarakat Indonesia yang pada umumnya selalu menginginkan sesuatu proses perubahan dapat diselesaikan secara instan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ditetapkan beberapa tujuan antara yang secara bertahap yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik, khususnya terhadap kinerja dan pelayanan Departemen Keuangan, yaitu: (i) mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance); (ii) peningkatan pelayanan publik.

Salah satu pendapat ahli ekonomi pembangunan yang sejalan dengan argumentasi penetapan tujuan tersebut adalah Stephen C. Smith yang menyebutkan bahwa good governance adalah salah satu prasyarat yang fundamental untuk mencapai pembangunan ekonomi yang sukses. Tentunya pendapat tersebut sangat erat kaitannya dengan peran Departemen Keuangan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut, dalam proses reformasi birokrasi dilakukan perbaikan mendasar, dan didukung dengan inovasi yang mencakup tiga pilar utama, yaitu penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan manajemen sumber daya manusia.

Penataan organisasi meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi dalam struktur organisasi Departemen Keuangan dengan orientasi menjadi organisasi yang sensitif/peka terhadap perubahan, efektif dan efisien. Sebagai contoh, DJKN merupakan unit eselon I hasil penggabungan fungsi pengurusan piutang negara dan lelang yang berasal dari Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dengan fungsi pengelolaan kekayaan negara yang sebelumnya berada di Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perbaikan proses bisnis diarahkan kepada terciptanya standardisasi pelayanan (standard operating procedures) yang lebih memberikan kepastian waktu, persyaratan, biaya, hak dan kewajiban. Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) difokuskan terhadap perbaikan manajemen dan peningkatan kualitas SDM, yaitu mulai diterapkannya standar kompetensi jabatan dalam pengambilan keputusan untuk penempatan, mutasi dan promosi, penerapan kode etik pegawai serta sistem informasi kepegawaian.

Beberapa perbaikan yang cukup menonjol dari ketiga pilar tersebut adalah diterapkannya program layanan unggulan di beberapa unit eselon I termasuk DJKN yang mempunyai pelayanan langsung kepada masyarakat, penerapan dan pengukuran indikator kinerja utama yang berbasis balanced scorecard serta pembangunan assessment centre. Sebagai konsekuensi logis dari upaya perbaikan tersebut dan untuk menciptakan kebijakan yang adil serta berimbang, maka kepada seluruh pegawai Departemen Keuangan diberikan perbaikan remunerasi. Masih banyak reward yang tersedia apabila jajaran Departemen Keuangan melaksanakan reformasi dengan baik, misalnya peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), kesempatan memperoleh karier yang lebih tinggi serta mendapat tugas yang tepat dengan kemampuannya. Perlu ditegaskan bahwa reformasi birokrasi tidak identik dengan kenaikan remunerasi seketika, tetapi merupakan suatu tahapan yang ditempuh setelah melakukan perbaikan dan inovasi.

Progres Reformasi Birokrasi di DJKN

Dengan komitmen dan dukungan penuh dari pimpinan dan segenap pegawai, untuk periode 2007 sampai dengan Semester I 2009 DJKN telah menyelesaikan beberapa perbaikan mendasar dalam ketiga pilar utama reformasi birokrasi. Secara ringkas, progres tersebut dapat dilihat dalam tabel Progres Reformasi Birokrasi di DJKN.

Kesimpulan

Dengan melihat hasil perbaikan yang dicapai dalam reformasi birokrasi di DJKN selama kurang lebih dua setengah tahun, dapat dikatakan bahwa telah terdapat perbaikan dalam penataan organisasi, perbaikan proses bisnis dan pengelolaan manajemen sumber daya manusia. Progress reformasi birokrasi dan pengukuran indikator kinerja utama secara konsisten selalu dimonitor dan dievaluasi oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara dalam tingkat eselon I, serta Menteri Keuangan secara periodik baik dalam rapat pimpinan maupun forum staf ahli. Hal ini menunjukkan bukti bahwa reformasi birokrasi sudah menjadi tekad segenap insan DJKN dan Departemen Keuangan pada umumnya.

Dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap reformasi birokrasi di DJKN, masih terdapat ruang untuk penyempurnaan. Sebagai contoh, pelaksanaan program layanan unggulan belum dapat dilaksanakan secara maksimal, yaitu selama periode 2008 baru berhasil sekitar 73%. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, upaya internalisasi dan sosialisasi kepada seluruh insan DJKN harus menjadi prioritas utama. Selain itu, penegakan disiplin, penerapan reward and punishment sudah harus menjadi budaya kerja di DJKN.

Masyarakat melalui DPR telah memberikan perbaikan remunerasi kepada pegawai Departemen Keuangan. Sekarang tinggal kita segenap pegawai DJKN-Departemen Keuangan harus dapat menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh memang pantas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Sang Khalik, Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa.

Sekretaris Ditjen Kekayaan Negara

Oleh: Suryanto
Sumber: Media Kekayaan Negara Tahun I Edisi No. 01

0 comments: